Cerita Sex Hot Anak Tiriku

Anak Tiriku

Cerita Sex Hot | Aku merasa hidupku lebih tentram sejak menjadi istri Sulaeman ( yang biasa kupanggil Kang Eman), yang
umurnya 15 tahun lebih tua dariku itu. Memang waktu menjadi istri Yadi, hidupku lebih bebas, segala
kebutuhan hidup pun tak kekurangan. Tapi ada yang tidak lumrah dalam perkawinan itu, karena sebelum
menikah denganku, Yadi sudah menjadi suami adik kandungku (Erni). Karena itu, hatiku selalu menanggung
beban berat, takut kalau suatu saat statusku diketahui oleh orang tuaku. Takut kalau aku dianggap
mengganggu rumah tangga Erni.

Cerita Sex Hot Anak Tiriku
Bahkan Mariam pun kuwanti-wanti terus, agar jangan sampai membocorkan rahasiaku kalau kebetulan ia
berjumpa dengan Papa atau Mama. Maka ketika Yadi menawarkan perceraian secara baik-baik, lalu menyiapkan
calon suami yang dianggap baik olehnya, aku pun langsung setuju saja. Maka terjadilah proses singkat
tapi bermakna besar bagi kehidupanku ini. Bahwa aku bercerai secara baik-baik dengan Yadi, kemudian
menjadi istri Kang Eman yang usianya jauh lebih tua dariku itu. Yadi pun tidak mau mengganggu gugat
segala harta benda yang telah diberikannya padaku.
Ia cuma menyarankan agar kedua rumah kosku itu tidak dimunculkan kepada Kang Eman, bahkan mobilku pun
tak usah dipamerkan kepada suami baruku itu. Jadi ketika aku menikah dengan Kang Eman, aku bersikap
seolah tak punya apa-apa selain dari perhiasan yang kupakai. Sementara harta benda yang kumiliki dari
perkawinanku dengan Yadi, kutitipkan kepada Dayu. Kedua rumah kosku itu pun kuserahkan pengelolaannya
kepada Dayu. Hanya sesekali aku mengecek masalah keuangannya. Dan Dayu memang wanita yang sangat bisa
dipercaya.
Setiap kali aku datang memeriksa pembukuannya, aku merasa managemen yang Dayu jalankan membuat kedua
rumah kosku itu bertambah sehat. Setelah menghuni rumah yang disediakan oleh suami baruku, aku merasa
bahwa aku tidak jatuh ke tangan yang salah. Karena Kang Eman sangat menyayangiku, bahkan cenderung
memanjakanku. Maklum usiaku jauh lebih muda darinya. Lebih dari itu semua, Kang Eman pun termasuk
seorang pengusaha yang sukses, meski bisnisnya agak tradisional (memproduksi minuman tradisional dalam
kemasan botol dan gelas plastik).

Kunjungi Juga CeritaSexTerbaru.Net

Dari perkawinannya dengan almarhum istri pertamanya, Kang Eman memiliki dua orang anak cowok. Yang besar
sudah diterima di sebuah perguruan tinggi terkenal tapi belum mulai kuliah, sementara yang kecil baru
naik kelas 3 SMA. Anak tiriku yang besar bernama Prima Pratama (mungkin karena anak pertama), sementara
anak kedua bernama Dwinanda (mungkin karena anak kedua). Anak pertama biasa dipanggil Pri saja,
sementara anak kedua biasa dipanggil Nanda. Kedua anak tiriku itu tampak senang dengan kehadiranku
sebagai pengganti ibu mereka yang sudah tiada. Mereka sangat baik padaku.
Kang Eman pun menyuruh kedua anaknya itu memanggilku Bunda, sementara Kang Eman sendiri dipanggil Ayah
oleh kedua anaknya itu. Yang melegakan hatiku, kedua anak tiriku itu tak pernah tersesat pergaulannya.
Sehingga mereka tak pernah mengenal narkoba, bahkan merokok pun tidak. Punya anak cowok di zaman
sekarang memang tidak gampang mengawasinya. Kalau salah didik dan pengawasannya, mungkin saja tenggelam
ke dalam arus pergaulan yang tidak sehat.

Cerita Sex Hot Anak Tiriku
Meski belum punya anak, aku merasa senang mendengar Prima dan Nanda memanggilku Bunda. Biarlah mereka
menganggapku sebagai pengganti ibu mereka yang sudah almarhumah, meski usiaku baru 30 tahun.
Keseharianku di rumah ini cukup nyantai. Karena ada 3 orang pembantu yang tugasnya berbeda-beda. Cicih
bertugas bersih-bersih rumah dan pekarangan depan, cukup banyak juga tugasnya, karena rumahnya 3 lantai
dan luas tiap lantai sama. Sari bertugas masak dan cuci piring. Cucun bertugas mencuci pakaian dan
menyetrika. Ada juga pembantu pria, Japri namanya.
Ia bertugas khusus untuk merawat taman dan kebun yang terletak di belakang rumah. Banyak juga pohon
buah-buahan di belakang rumah, yang harus dirawat tiap hari. Apalagi di musim kemarau, harus rajin
menyirami sampai tanahnya benar-benar basah. Tanaman hias apalagi, harus diperlakukan dengan rajin dan
cermat. Ada masanya harus diberi pupuk, agar tumbuhnya tetap subur. Rumah besar dan megah ini terletak
di kota kecamatan. Hanya kota kecil yang belasan kilometer jaraknya kalau mau menuju kota besar.Cerita Sex Hot
Di kecamatan ini, sudah banyak rumah yang besar dan modern bentuknya. Tapi mungkin rumah kami ini yang
paling besar dan paling megah. Beberapa mobil yang dimiliki oleh suamiku juga mengikuti trend masa kini,
meski tiada yang semahal mobil punya Yadi, mantan suamiku. Sebelum menikah dengan Kang Eman, yang
usianya sudah 45 tahun lebih itu, satu-satunya kesangsianku adalah masalah seksual. Bisakah ia memberiku
kepuasan batin setelah menjadi suamiku ? Namun setelah menikah dengannya aku merasa tiada masalah dalam
hal yang satu itu. Karena ia masih perkasa dan sanggup memberiku kepuasan.
Hanya saja ia sering ke luar kota, karena pola bisnisnya jauh berbeda dengan pola bisnis Yadi. Yadi
mempraktekkan manajemen modern, segala sesuatu diserahkan kepada the right man on the right place,
sementara Yadi hanya mengawasi saja dari kejauhan. Dan hanya sesekali Yadi turun ke lapangan. Kang Eman
justru masih berpatokan pada pola-pola tradisional. Ia selalu ngecek stock barang di supermarket atau
mall atau hotel-hotel. Lalu ia mencatat di mana saja yang stocknya sudah menipis atau habis dan sudah
mulai harus dikirimi barang. Katakanlah usaha suami baruku itu segala dikerjakan sendiri. Dan aku tidak
berani memberikan saran apa pun, karena takut membuatnya tersinggung dan merasa digurui.
Padahal aku pernah bekerja di perusahaan asing yang cukup besar di Jakarta, sehingga aku tahu pasti
bagaimana langkah- langkah bisnis perusahaan itu. Yadi juga melakukan hal yang sama. Semua pekerjaan
diserahkan kepada ahlinya, sementara Yadi hanya mengawasi saja lewat internet. Seringnya Kang Eman
mengurusi bisnisnya di beberapa kota yang jauh dari kotaku, terkadang membuatku kesepian. Tapi aku
berusaha untuk menindas perasaan kesepianku dengan mencari kegiatan di rumah. Misalnya dengan
mempraktekkan bikin kue sendiri, dengan resep yang kuambil dari internet. Masakan-masakan Eropa pun
kucoba untuk memasaknya sendiri, juga berdasarkan resep yang kuambil dari internet.
Pada waktu suamiku pulang, kuhidangkan kue-kue buatanku yang kusimpan di kulkas itu. Juga pada waktu
kuhidangkan steak buatanku sendiri, dia kelihatan bangga punya istri yang “trampil” seperti aku ini. Aku
senang juga bisa membahagiakan Kang Eman yang begitu menyayangiku. Dan perkawinanku dengannya terasa
sebagai perkawinan yang normal. Bukan perkawinan bermasalah seperti waktu menjadi istri Yadi dahulu.
Lalu…apakah perkawinanku dengan Kang Eman berjalan mulus tanpa cela sedikit pun ? Ya…selama berbulan-
bulan menjadi istri Kang Eman, tiada masalah sekecil apa pun, kecuali hasrat birahiku yang terkadang
menggeliat-geliat sendiri pada waktu suamiku sedang di luar kota. Sampai pada suatu saat…. Pagi itu aku
baru selesai mandi dan mau berdandan karena mau berangkat ke mall, sekalian mau membeli karpet kamarku,
untuk mengganti karpet lama yang tampak sudah kusam dan gundul-gundul di sana-sini. Saat itu aku baru
mengenakan celana dalam, lalu berkaca di depan cermin sambil menilai diriku sendiri seobjektif mungkin.
Tiba-tiba terdengar suara di sampingku,
“Maaf Bunda…ada paket yang…yang ha…harus ditandatangani sama Bunda dulu…ma..maaaf…” Suara Prima
terdengar tersendat-sendat, mungkin karena kaget dan gugup melihat keadaanku yang belum mengenakan
pakaian lengkap.
Aku terkejut. Saking asyiknya memandang bayanganku di cermin besar itu sampai tak terdengar bunyi
langkah Prima memasuki kamarku. Selain daripada itu, bunyi musik yang kusetelkan di dalam kamarku ini
mungkin terlalu kencang, sehingga langkah Prima tak terdengar. Dalam kaget kututupi sepasang payudaraku
dengan kedua tanganku. Dan bersikap biasa-biasa saja. Bukankah cowok 18 tahunan itu sudah kuanggap anak
sendiri ?
“Paket dari Batam ?” tanyaku tanpa berani mengambil resi yang harus kutandatangani itu.
Karena kalau kuambil resi itu, berarti tanganku akan bergerak menjauhi payudaraku. Dan itu berarti
payudaraku akan terbuka di depan mata anak tiriku.
“Iya Bunda.”
“Ya udah simpan resinya di meja itu. Bunda mau berpakaian dulu.” Prima meletakkan resi itu di meja
kecil.
Dan aku bergegas mengenakan kimono, tanpa mengenakan beha terlebih dahulu. Lalu kutandatangani tanda
bukti pengiriman dari perusahaan ekspedisi itu. Prima masih berdiri di ambang pintu kamarku, lalu
kuserahkan kertas itu padanya. Dan ia bergegas menuju ruang depan. Kemudian kembali lagi ke kamarku,
mengantarkan paket kiriman dari Batam, dari Mama tersayangku. Sepintas seperti tidak ada masalah pagi
itu. Namun sejak saat itulah sikap Prima jadi lain dari biasanya.
Sejak aku menjadi istri Kang Eman, ke mana-mana aku suka ditemani oleh Prima. Terkadang aku sendiri yang
nyetir, terkadang Prima yang nyetir. Karena meski usianya baru 18n tahun, ia sudah mahir mengemudikan
mobil. Biasanya, kalau sedang menemaniku pergi-pergian, Prima suka banyak bicara tentang apa saja. Cerita Sex Hot
Termasuk soal kuliahnya yang baru mulai di semester pertama. Tapi sejak pagi itu, sejak Prima nyelonong
ke dalam kamarku dan memergokiku cuma bercelana dalam saja itu, sikap Prima jadi berbeda dengan
biasanya. Aku heran juga. Dan pernah menanyakannya pada suatu kesempatan, ketika Prima sedang
“mengawalku” ke sebuah mall. Di sebuah café, aku mulai berusaha membalasnya,
“Kamu kenapa Pri? Belakangan ini keliatannya kayak yang murung gitu ? Ada sesuatu yang membuatmu sedih…
atau ada sesuatu yang membuatmu marah ?”
“Ah…gak ada apa-apa Bunda.”
“Bunda sampe mikir, jangan-jangan kamu tu marah atau sakit hati sama bunda.”
“Iiih…gak Bunda. Mana mungkin saya sakit hati sama orang sebaik Bunda ?!”
“Terus kenapa kamu kok gak seperti dulu lagi ? Biasanya suka ngajak ngobrol, ngomongin yang lucu-lucu
dan sebagainya. Tapi sekarang kamu sangat berubah. Seperti mikirin sesuatu…mikirin masalah berat…”
“Ah gak ada apa-apa Bunda.”
“Kalau pun ada apa-apa, ngomong dong sama bunda. Siapa tau bunda bisa mencari jalan keluarnya. Jangan
dipendam sendiri masalahnya.”
“Iya Bunda. Terimakasih,” ia mengangguk lalu menunduk lagi.
Aku malah jadi curiga. Ada apa sebenarnya ? Kenapa sikap Prima jadi berubah begitu? Jangan-jangan dia
memakai obat-obatan terlarang atau apa pun itu. Yang jelas aku harus tahu, kenapa sikapnya jadi berubah
drastis begitu ?! Beberapa hari kemudian, ketika Prima sedang kuliah, aku sengaja menggeledah kamarnya.
Setiap sudut kuperiksa, termasuk laci-laci meja tulis dan lemari pakaiannya. Bahkan sampai ke kolong
tempat tidurnya kuperiksa. Tapi tak kutemukan apa-apa. Aku belum puas juga.
Ketika pandanganku tertumbuk ke sebuah laptop di atas meja tulis, iseng-iseng kubuka dan kuaktifkan
laptop itu. Kuperiksa isi laptop itu. Tidak ada sesuatu yang menyimpang. Tapi ketika kulihat ada folder
berjudul Khayalanku, iseng-iseng kubuka folder itu. Ternyata isinya semacam curhat Prima pada dirinya
sendiri…. Tahukah dia kagumku padanya di pandangan pertama? tahukah dia hari-hari berikutnya jadi penuh
halusinasi di jiwa mentah ini? namun aku tahu, ini tak boleh.
Aku tahu ini harus selalu berbalut putih bersih meski putih yang menyiksaku karena bayang indah itu
menggoda selalu dan payah kutepiskan Pagi itu makin nyata bahwa sosok itu terlalu indah tuk dipalingi
Tapi nafasku jadi sesak karna ingat, ini tak boleh meski hasrat kian menggila walau aku terombang ambing
bak perahu patah kemudi di tengah samudra nan sarat gelombang oh, ampuni aku karna aku semakin
mengagumimu meski tahu ini salah Aku tercenung di depan laptop itu. Dengan benak penuh tanda tanya.
Samar- samar aku menemukan jawabannya. Tapi aku kah yang dikaguminya itu ?. Kalau merujuk kepada kata-
kata terakhir (meski tahu ini salah), mungkin sosok yang dimaksud itu memang aku. Lalu apa yang harus
kulakukan ? Entahlah. Aku jadi bingung sendiri. Dan laptop itu kumatikan lagi. kemudian keluar dari
kamar anak tiriku. Dan masuk ke dalam kamarku, dengan perasaan bercampur aduk.
Pertanyaan itu pun makin membulat. Tak lagi terpecah-pecah. Seandainya ia mendambakanku, apa yang harus
kulakukan ? Bukankah aku ini sosok pengganti ibu kandungnya ? Apakah ia merasa makin terobsesi olehku
sejak melihatku cuma bercelana dalam saja pada waktu mau memberikan tanda bukti pengiriman paket dari
Mama itu ? Usia Prima sudah 18 tahun. Pasti sudah mulai membayangkan lawan jenisnya. Dan wajar saja
seandainya ia tergiur olehku, karena aku punya wajah dan tubuh yang punya daya tarik kuat, sehingga
ayahnya pun mengagumiku sejak lama sebelum menjadi suamiku. Lagipula aku ini bukan ibu kandung Prima…!
Tapi kenapa sikapnya harus berubah drastis, menjadi pendiam dan pemurung seperti itu ? Lalu aku ingat
salah satu artikel psikologi, yang antara lain mengutarakan, bahwa tiap orang punya sikap berlainan
untuk menanggapi sesuatu yang dianggap luar biasa bagi mereka.
Lalu…aaaah…daripada berkepanjangan memikirkan semuanya itu, kalau aku memang merasa kasihan kepada
Prima, yang mungkin merasa tersiksa sendiri dengan obsesinya itu, kenapa aku tidak membuktikannya saja.
Kenapa aku tidak mencari jawaban pada dirinya langsung, tanpa harus bertele-tele memikirkannya? Tanpa
keraguan lagi, ketika Prima tampak baru pulang kuliah, kupanggil ia ke ruang depan. Dan kataku,
“Nanti malam, kalau yang lain sudah pada tidur, kamu masuk diam-diam ke dalam kamar bunda ya. Tapi
awas…jangan sampai ada yang lihat. Terutama Nanda jangan sampai tau.”
“Iya…iya Bunda…tapi…ada apa Bun ?” tanya Prima dengan tatapan bersorot ragu.
“Ada sesuatu yang sangat rahasia dan hanya kamu yang boleh tau.”
“Iya Bun.”
“Pintu kamar bunda takkan dikunci. Kalau bunda udah ketiduran, bangunin aja ya.”
“Iii…iya Bun,” Prima mengangguk, meski masih tampak bingung.
Saat itu hari sudah menjelang malam. Aku pun masuk ke dalam kamarku, lalu mandi sebersih mungkin.
Beberapa saat kemudian, aku dan kedua anak tiriku menyantap makan malam di ruang makan. Nanda kelihatan
seperti biasa saja, sebelum mulai makan ia menepuk-nepuk pinggiran meja makan, sambil menggoyang-goyang
kepalanya, seolah sedang memainkan alat musik seperti bongo, combo dan sebangsanya. Dan Prima tampak
serius. Langsung makan tanpa menengok ke kanan kirinya lagi.
Saat itu suamiku sedang berada di Palembang. Menurut telepon yang kuterima tadi siang, suamiku akan
melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru, lalu ke Medan, kemudian pulang. Menurut perkiraanku, suamiku baru
akan pulang sekitar seminggu lagi, bahkan mungkin lebih lama lagi.
“Nanda keliatan gembira banget,” kataku waktu kami sudah mulai makian,
“Ada apa nih ? Dapet cewek cantik ya ?”
“Nggak Bunda,” sahut Nanda,
“grup basket saya lolos ke babak semi final.”
“Ohya ?! Hebat dong. Kapan semi finalnya dimulai ?” tanyaku.
“Besok Bunda. Doain biar bisa lolos ke grand final yaaa….!”
“Iya, iya…bunda doain…,” sahutku sambil tersenyum,
“Terus kalau jadi juara, hadiahnya apa ?”
“Nggak tau. Katanya sih juaranya akan mendapat sepeda sport.”
“Sepeda satu buat satu grup ?”
“Seorang satu, Bunda. Pemain cadangan juga dapat sepeda. Hehehee…dapet sepeda juga lumayan lah.”
“Iyalah. Kalau hadiah dari suatu prestasi, jangan dilihat dari harganya.”
“Iya Bunda,” Nanda mengangguk-angguk sambil tersenyum ceria.
Sementara Prima tetap serius menyantap makan malamnya, tanpa memberi komentar apa-apa. Nanda duluan
meninggalkan ruang makan. Pada saat itulah aku menepuk tangan kiri Prima sambil berkata setengah
berbisik,Cerita Sex Hot
“Jangan lupa…setelah Nanda tidur, bunda tunggu ya.”
“Iya Bunda,” Prima mengangguk sopan.
“Tapi yakinkan dulu bahwa Nanda sudah mengunci pintu kamarnya,” kataku sambil bangkit dari kursiku.
“Iya.” Lalu aku melangkah menuju kamarku.
Tanpa mengetahui apa yang akan terjadi nanti. Tapi aku sudah bertekad untuk membuat Prima riang kembali
seperti dahulu. Meski mungkin dengan cara yang tidak patut. Jujur, aku mulai degdegan waktu membayangkan
apa saja yang mungkin terjadi setelah Prima masuk ke dalam kamarku nanti. Tapi aku sudah siap untuk
melakukan apa pun, asalkan Prima ceria kembali seperti dulu. Lewat jam sepuluh malam, aku sudah rebahan
di atas tempat tidur, dengan mengenakan kimono yang terbuat dari bahan sejenis handuk.
Saat itu aku membelakangi pintu kamarku, dengan kimono yang sengaja kubuka lebar, sehingga kalau Prima
masuk nanti…pastilah ia bisa melihat paha dan celana dalam putihku. Saat itu aku pura-pura tidur sambil
memeluk bantal gulingku. Beberapa saat kemudian, terdengar bunyi handle pintu kamarku diputar. Aku pura-
pura tidur. Dan seolah tak mendengar apa-apa. Tapi mataku yang dipicingkan ini terbuka sedikit…sedikit
sekali…mengamati ke arah cermin di dinding (karena dinding di dekat tempat tidurku dipasangi kaca cermin
full, sekujur dindingnya ditutupi cermin tebal itu).
Kulihat Prima masuk, lalu menutupkan kembali pintu perlahan-lahan dan tak menimbulkan suara sedikit pun.
Aku ingin tahu bagaimana reaksinya setelah ia melihat bagian belakang paha dan celana dalam putihku ini.
Dan ia memang tertegun agak lama di dekat bedku. Mungkin ia sedang menyaksikan sesuatu yang sangat
mendebarkannya…entahlah. Yang jelas, beberapa detik kemudian ia berusaha “membangunkanku”.
“Bun…Bunda….” panggilnya setengah berbisik.
Aku pura-pura tak mendengar suaranya itu. Dan seolah sedang tidur nyenyak sekali. Lalu…kurasakan
tangannya menyentuh betisku. Menggoyangkannya sedikit sambil berkata perlahan,
“Bunda….Buuun….Bunda….” Aku membalikkan tubuh sambil menggesek-gesek mataku.
Lalu bangun sambil menggeliat. Dan menatap wajah tampan anak tiriku. Aku pura-pura menguap. Lalu
bertanya perlahan,
“Nanda udah tidur ?”
“Udah, tadi saya intip dari pintu kamarnya, beneran udah tidur,” sahutnya.
“Kunciin dulu pintunya Pri…” kataku sambil menunjuk ke pintu kamarku yang tertutup, tapi kelihatan belum
dikunci. “Iya Bunda…” sahut Prima sambil melangkah ke arah pintu, lalu menguncikannya dan kembali
menghampiriku. “Duduklah…bunda mau ngomong banyak,” kataku sambil menepuk kasur di sebelah kananku.
Sebenarnya di kamarku ada sofa. Tapi aku ingin mengajaknya ngobrol di atas tempat tidur. Dan Prima duduk
di pinggiran bedku, agak merapat ke sisi kananku.
“Pri…bunda ingin kamu jawab sejujur- jujurnya ya,” kataku sambil menepuk lutut Prima yang saat itu
mengenakan celana pendek abu-abu dan baju kaus oblong putih.
“Soal apa Bunda ?” Pri menatapku dengan sorot takut-takut.
“Sikapmu itu lho…kenapa belakangan ini kamu keliatan murung terus ? Ngomong dong terus terang sama
bunda. Ada apa ?”
“Ah…gak ada apa-apa,” sahut Prima sambil menunduk.
“Mustahil gak ada apa-apa. Pasti ada sesuatu yang membuatmu berubah gitu,” kataku sambil membelai
rambutnya yang agak gondrong,
“Kamu gak merasa kalau bunda sayang sama kamu ?”
“Iya Bunda….saya merasakannya.”
“Nah kalau gitu, kenapa kamu masih merahasiakannya sama bunda ? Coba jujur aja, ada apa ? Siapa tau
bunda bisa bantu cari jalan keluarnya.” Tiba-tiba Prima turun dari bedku.
Lalu berlutut di lantai, sambil menempelkan wajahnya di lututku. Dan terdengar suaranya sendu,
“Bunda…maafkan saya, Bunda…” Aku agak kaget.
Tapi seketika itu juga berusaha menguasai diriku sendiri. Lalu kubelai rambut anak tiriku sambil berkata
lembut,
“Memangnya apa kesalahanmu, sayang ? Bunda gak merasa kamu melakukan kesalahan…selama ini bunda merasa
kamu selalu bersikap baik pada bunda. Cuma belakangan ini kamu keliatan murung terus. Bunda ingin kamu
ceria lagi seperti dulu. Apa yang bisa bunda lakukan supaya kamu jadi periang lagi ?”
“Saya…saya ini anak yang tak tau diri, Bunda.”
“Kenapa kamu bisa ngomong begitu ? Ayo ngomong dong terus terang. Seorang laki-laki harus berani jujur.
Katakanlah sejujurnya…ada apa sayang ?” Prima tidak menyahut.
Mukanya tetap disembunyikan di antara kedua lututku. Maka kutarik lengannya sambil berkata,
“Duduk lagilah di sini. Jangan berlutut seperti itu.” Prima duduk lagi di sebelah kananku, dengan kepala
tertunduk.
Lalu terdengar suaranya ragu,
“Kalau saya berterus terang, pasti Bunda marah.”
“Gak,” sahutku,
“bunda janji, kamu ngomong apa pun bunda takkan marah.” Prima menatapku, masih bersorot sangsi.
Lalu menundukkan kepala lagi sambil berkata,
“Saya memang punya keinginan yang mustahil. Saya…saya ingin menyayangi Bunda lebih daripada sayangnya
anak kepada ibunya.” Aku tersenyum.
Dengan lembut kubelai rambutnya sambil berkata setengah berbisik,
“Bunda sudah tau kok…kamu punya perasaan lain pada bunda….sejak awal berjumpa pun bunda sudah
merasakannya…” “Lalu…Bunda marah?” “Nggak,” sahutku sambil melingkarkan lenganku di lehernya,
“bunda malah tambah sayang padamu, Pri…” Ucapan itu kuakhiri dengan kecupan hangat di pipinya.
Ia tampak kaget. Menatapku dengan bola mata bergoyang. Lalu terdengar suaranya bergetar,
“Terima kasih Bunda…terima kasih….”Cerita Sex Hot
“Tapi seperti bunda bilang berkali-kali tadi…semua ini harus dirahasiakan, ya sayang,” kataku sambil
mencolek-colek bibir dan hidung anak tiriku yang tampan rupawan itu.
“Iya Bunda….saya bersumpah akan merahasiakannya….”
“Hush, gak usah pake sumpah segala. Dengan janji juga cukup.”
“Iya, saya berjanji akan merahasiakannya.”
“Terus sekarang mau ngapain ? Mau tidur sama bunda ?” Prima tampak kaget lagi mendengar pertanyaanku
barusan, “E…emangnya boleh tidur sama Bunda ?” tanyanya hampir tak terdengar.
“Boleh,” sahutku sambil tersenyum,
“Asalkan sikapmu ceria lagi seperti dulu.”
“Iya Bunda…iya…” Prima mengangguk- angguk.
“Dan bangunnya harus subuh…sebelum orang-orang pada bangun.”
“Iya, tiap hari juga saya bangun gak pernah lebih dari jam setengah lima pagi.”
“Ya udah…mendingan kita tidur yok…” kataku sambil menarik pergelangan tangan anak tiriku, mengajaknya
berbaring di sisiku.
Ia tampak senang sekali mengikuti ajakanku. Tapi tahukah ia betapa degdegannya aku ketika ia benar-benar
sudah merebahkan diri di sampingku ? Tahukah ia bahwa hasratku mulai menggeliat, meski tahu bahwa ini
tidak benar ? Entahlah. Yang jelas, ketika kami sama- sama tiduran dengan posisi miring dan berhadapan
muka, kulihat senyum Prima sudah tersungging lagi di mulutnya. Senyum yang paling aku sukai pada
dirinya. Dan berharap semoga senyum itu tetap tersungging jika berhadapan denganku.
Lalu…mulailah kutempuh perjalanan baru bersama anak tiriku yang sudah lama punya “perhatian khusus”
padaku itu. Berawal dari sontekan jemariku di hidungnya, disambut dengan tatapan dan senyum meluluhkan,
berkelanjutan dengan pelukanku,
“Sekarang bunda punya bantal guling hidup….” kataku setengah berbisik.
Dan ia tersenyum, lalu memelukku juga dengan hangatnya.
“Boleh cium bibir Bunda?” tanyanya dengan suara tergetar.
“Boleh…ciumlah…” sahutku sambil mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Bibirnya menggamit bibirku, yang kusambut dengan cengkraman bibirku, lalu menjadi lumatan, lalu pelukan
kami semakin erat. Dan nafas Prima mulai terdengar tak beraturan. Tentu aku tahu apa sebabnya. Tapi
sebagai wanita yang sudah punya jam terbang tinggi, tentu saja semuanya ini tak cukup bagiku. Maka
sengaja kumunculkan payudaraku dari belahan kimonoku, lalu kuangsurkan padanya seraya berkata,
“Ciumin ini juga boleh….”
“Oh, Bunda…..ini…ini indah sekali….”
“Ayo anak bunda cepetan nen…” Meski masih canggung, Prima mengulum pentil payudaraku sambil memejamkan
matanya. “Deuh…anak manja lagi netek nih ya ?” kataku perlahan sambil mengelus rambut anak tiriku.
“Enak nenen bunda ?” godaku ketika Prima giat-giatnya menyedot-nyedot pentil tetekku.
Ia mengangguk-angguk tanpa suara, karena mulutnya sedang menyelomoti pentil buah dadaku. Diam-diam
kulepaskan kimonoku, sehingga tubuhku yang tinggal mengenakan celana dalam saja ini terbuka di depan
mata Prima. Prima melepaskan kuluman dan isapannya. Lalu duduk sambil menatapku… memandang dari ujung
kaki sampai kepalaku.
“Bunda masih ingat…pertama kali kamu tergoda berat sama bunda, sejak mengantarkan bukti pengiriman paket
itu kan ?” tanyaku sambil duduk dan menyingkirkan kimonoku ke dekat bantal.
“Kok Bunda tau ?” Prima tampak heran.
“Taulah…soalnya sejak saat itu kamu suka bermurung-murung dan jarang bicara.”
“Iya Bunda…tebakan Bunda benar…”
“Nah…sekarang bunda mau diapain kalau sudah begini ?” tanyaku sambil menciumi pipinya.
“Oooh…Bunda…” Prima merangkul leherku, lalu mendesakkan tubuhku sampai terlentang di bawah himpitannya,
“Gak nyangka…impian saya akan menjadi kenyataan begini….ternyata Bunda sangat baik hati….” Tanpa
canggung-canggung lagi Prima mulai berani menciumi bibirku, sementara tangannya terkadang meremas
payudaraku, terkadang memeluk leherku.

Baca Juga Cerita Sex Pelampiasan

Dan semuanya itu kusambut dengan sepenuh gairahku. Tapi ditengah celucupan dan remasan Prima ini, diam-
diam tanganku mulai menyelidik. Menyelinap ke balik celana pendek anak tiriku. Dan…kusentuh zakar Prima
yang sudah sangat tegang…berarti dia memang sudah terseret ke dalam arus nafsu manusia normal. Dan aku
tahu pasti bagaimana cara untuk meredakan arus itu. Aku pun sudah telanjur ingin melihat Prima ceria
seperti dulu lagi. Karena melihat dia bermurung-murung seolah menjadi beban psikologis bagiku.
Namun masalahnya…Prima itu anak tiriku, yang seharusnya kuanggap sebagai anakku sendiri. Prima pun harus
menganggapku sebagai pengganti ibu kandungnya. Tapi kalau nafsunya tidak diredakan, aku kasihan juga.
Karena pasti ia akan tersiksa dibuatnya nanti. Dan mungkin sikapnya malah akan lebih murung lagi besok.
“Sebentar,” kataku sambil menepiskan mulut dan tangan Prima dari payudaraku. L
alu aku turun dari bed dan melangkah ke meja rias. Kuambil baby lotion, lalu kembali menghampiri Prima
sambil berkata,
“Buka celana pendek dan celana dalammu sayang…” Prima menatapku dengan sorot sangsi.
Tapi akhirnya ia melepaskan celana pendek dan celana dalamnya. Aku terkesiap menyaksikan zakar anak
tiriku itu, yang memang jauh lebih “tinggi tegap” daripada penis ayahnya. Namun aku tak mau berkomentar
apa-apa. Lalu kulumuri zakar Prima dengan baby lotion, kutuangkan juga baby lotion itu ke telapak
tanganku. Dan…mulailah tanganku beraksi, mengocok penis Prima dengan tangan kananku, sementara tangan
kiriku membantu beraksi dengan mengelus-elus puncaknya. Ia mulai menggeliat dan berdesah,
“Aaaaaah….Bundaaa….aaaaah…. Bundaaaa….”
“Ayo…bayangkan aja kamu sedang ML sama bunda…biar sampai ngecrot…biar kamu tenang nanti…” ucapku sambil
mengintensifkan kocokanku.
“Iiiya Bunda…oooh….Bunda….” Prima berdesah-desah terus, sementara kedua tangannya tiada hentinya
meraba-raba tubuhku, terutama payudaraku…seringkali mendapatkan remasan hangatnya.
Cukup lama kukocok penis anak tiriku. Sampai pada suatu saat ia merangkul leherku sambil menyembunyikan
mukanya dengan merapatkan pipinya ke pipiku,
“Bundaaa…oooh…sa…saya udah…udah sampai….” Dan…creeet….crooot…crooot…craaaat… cret..cret..cret….air mani
Prima menyemprot-nyemprot perutku. Kental dan hangat dan banyak sekali….!
Tapi Prima tidak tahu bahwa diam-diam kemaluanku juga sudah basah, karena sejak tadi pun nafsuku sudah
menggeliat…. Setelah Prima terkapar dengan penis tampak lunglai, aku turun dari tempat tidur, lalu
melangkah ke kamar mandi. Tanganku berminyak-minyak, perutku juga berlepotan air mani anak tiriku,
sehingga aku merasa perlu membersihkannya.
Di dalam kamar mandi kutanggalkan celana dalamku, satu-satunya benda yang sejak tadi tetap kubiarkan
melekat di tubuhku. Kucuci perutku sampai bersih. Kedua tanganku juga. Lalu aku berjongkok untuk pipis,
sekaligus mencuci kemaluanku yang masih dibasahi oleh lendir nafsuku. Tapi…ketika aku sedang
menyemprotkan air hangat ke kemaluanku yang sudah disabuni, hasratku menggeliat lagi. Membayangkan
enaknya kalau liang kewanitaanku dimasuki alat vital lawan jenisku.
Aaaah…apakah aku harus meredakan nafsu ini dengan bermasturbasi di dalam kamar mandi ini ? Ataukah aku
harus merangsang Prima sampai ia siap untuk menyetubuhiku ? Ketika aku masih berdiri linglung di dalam
kamar mandi, terdengar suara Prima di belakangku,
“Bunda lagi ngapain ?” Aku terkejut dan agak gugup, karena saat itu aku sedang bertelanjang bulat. Maka
kututupi kemaluanku, lalu menghadap ke arah Prima yang telanjang juga,
“Bunda lagi telanjang, sayang.”Cerita Sex Hot
“Kan tadi juga Bunda telanjang ?!” sahut Prima sambil memegang kedua pangkal lenganku.
“Hihihiii…iya…tapi tadi kamu belum lihat ini kan ?” kataku sambil menjauhkan kedua telapak tanganku dari
kemaluanku.
“I…iiiya, Bunda…oooh…” mata Prima melotot, pandangannya terpusat ke kemaluanku,
“Bo…boleh saya sentuh yang itu ?” Prima menunjuk ke arah kemaluanku.
“Boleh…tapi harus ini yang nyentuhnya,” sahutku sambil menarik penis Prima yang masih lemas.
Dan mencolek-colekkan moncongnya ke mulut kemaluanku.
“Ooooh…Bunda…Bundaaa….oooh….. enak Bun…oooh…” Memang penis Prima masih berlumuran baby lotion, sementara
kemaluanku pun belum dikeringkan.
Sehingga moncong penis anak tiriku terasa licin waktu kuelus-eluskan ke mulut kemaluanku….- Cerita Sex, Cerita Sex Terbaru, Cerita Sex Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seks, Cerita Hot, Cerita Ngentot, Cerita Bokep.